Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer
lainnya seperti satelit alami Saturnus, Titan ternyata juga memiliki
efek rumah kaca. Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal
berbeda. Efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan
efek rumah kaca ditingkatkan yang terjadi akibat aktivitas manusia. Yang
belakang diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh
ilmuwan, meskipun ada beberapa perbedaan pendapat.
Matahari adalah sumber dari segala energi
di bumi. Energi cahaya matahari dirubah menjadi energi yang dapat
menghangatkan ketika mencapai permukaan bumi. Permukaan bumi akan
menyerap sebagian panas matahari dan memantulkan kembali sisanya.
Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang
ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer
bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, CO2,
dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini
menyerap dan memantulkannya kembali ke permukaan bumi, sehingga panas
dari gelombang radiasi tersebut tersimpan di permukaan bumi yang
menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata tahunan bumi.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan
oleh seluruh penghuni bumi. Karena tanpa adanya efek rumah kaca, suhu
permukaan bumi akan sangat dingin. Suhu rata-rata planet bumi sudah
meningkat sekitar 33°C menjadi 15°C dari suhu awal yang -18°C. Jika
tidak ada efek rumah kaca ini maka permukaan bumi akan tertutup oleh
lapisan es, namun jika berlebihan maka akan menyebabkan pemanasan
global.
Penyebab
Ada tiga faktor utama tingginya emisi gas
rumah kaca, yakni kerusakan hutan dan lahan, penggunaan energi yang
tidak ramah lingkungan dan pembuangan limbah. Ini harus dikendalikan
agar emisi gas rumah kaca bisa diturunkan.
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2
ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara
dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan
tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi 25% dipantulkan
oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25% diserap awan dan 45%
diserap permukaan bumi dan 5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diserap dipantulkan kembali
dalam bentuk radiasi inframerah oleh awan dan permukaan bumi. Namun
sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan
gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan
bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya
efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak
terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan
efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan
nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organik
seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut
memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Gas rumah kaca
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di
atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya
muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat
aktivitas manusia.
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah
uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan
sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari
berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan dan
manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan
pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida dapat berkurang karena
terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses
fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen
ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan
mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrem di bumi. Hal
ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya,
sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di
atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di
daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek
rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga
air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang
mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat
besar.
- Uap air Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2[1]. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
- Karbondioksida Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian. Walaupun lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007, konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa sebelum revolusi industri.
- Metana Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat. Metan berasal dari gas alamiah, pertambangan batubara, kotoran hewan dan tumbuhan yang telah membusuk. Hal yang paling dikhawatirkan para ilmuwan adalah tumbuhan yang membusuk. Beberapa ribu tahun yang lalu, miliaran ton metan terbentuk dari pembusukan tumbuh-tumbuhan Arktik di Kutub Utara. Tumbuhan itu membusuk dan membeku di dasar laut. Saat kutub utara mulai menghangat, metan yang tersimpan di dasar laut itu dapat mempercepat pemanasan di kawasan itu.
- Nitrogen Oksida Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
- Gas lainnya Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Selama masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995, untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai makin sedikit dilepas ke udara. Para ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida. Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
Selain karbon dioksida, ada dua gas lagi
yang dikhawatirkan mempercepat pemanasan global lebih buruk lagi.
Keduanya adalah metan dan nitrogen triflorida yang berasal dari tanaman
purba dan teknologi layar flat-panel. Menurut para pengamat lingkungan,
kedua gas tersebut menimbulkan efek rumah kaca seperti karbon dioksida.
Bahkan, kedua gas tersebut memberi efek hampir sama dari yang disebabkan
karbondioksida. Penelitian terbaru menunjukkan dalam beberapa tahun
terakhir efek kedua gas tersebut semakin meningkat di luar perkiraan.
Para pengamat cuaca juga terkejut dengan peningkatan tersebut.
Selama ini gas metan masih menjadi
kekhawatiran terbesar setelah karbon dioksida. Pasalnya, gas tersebut
dianggap sebagai gas efek rumah kaca kedua setelah karbon dioksida
berdasar besarnya efek pemanasan yang dihasilkan dan jumlahnya di
atmosfer. Gas metan menyumbang sepertiga dari efek karbondioksida
terhadap pemanasan global.
Para ilmuwan telah berupaya untuk
mempelajari bagaimana proses tersebut akan bermula. Saat ini data yang
terkumpul masih berupa data awal, belum ada kesimpulan. Tetapi para
ilmuwan tersebut mengatakan apa yang mereka lihat di awal ini adalah
permulaan pelepasan metan di kutub utara.
Dalam delapan tahun terakhir kadar metan
di atmosfer masih stabil yang diperkirakan setiap 40 menit oleh monitor
pengawas dekat tebing di tepi laut. Tetapi pada 2006 hasilnya
menunjukkan terjadinya peningkatan. Jumlah gas metan di udara melonjak
dari sekitar 28 juta ton pada Juni 2006 hingga Oktober 2007. Saat ini
jumlahnya sudah mencapai 5,6 miliar ton metan di udara. Jika hal ini
terus terjadi, maka akan buruk efeknya. Saat kadar metan terus
meningkat, tentunya akan mempercepat perubahan iklim. Di lain pihak,
kadar nitrogen triflorida di udara diperkirakan meningkat empat kali
lipat beberapa tahun terakhir dan 30 kali lipat sejak 1978. Namun,
peningkatan tersebut hanya menyumbang 0,04 persen dari total efek
pemanasan global yang disebabkan oleh karbondioksida. Gas ini biasanya
digunakan sebagai semacam pembersih pada industri manufaktur televisi
dan monitor komputer serta panel.
Nitrogen triflorida yang dihiting dengan
skala bagian per triliun di udara selama ini memang dianggap ancaman tak
berarti. Menurut profesor geofisika Ray Weiss di Lembaga Oseanografi,
upaya awal untuk mengetahui jumlah gas tersebut di udara memang
diremehkan mengingat jumlahnya yang tak terlalu besar.
Tetapi gas tersebut justru dikategorikan
sebagai salah satu gas yang lebih berbahaya karena ratusan kali lebih
kuat menyimpan panas daripada karbondioksida. Sedangkan metan hanya 20
kali lebih berbahaya dari karbondioksida per basis molekul.
Karbondioksida masih menjadi gas yang paling berbahaya karena kadarnya
yang sangat tinggi dan pertumbuhannya yang cepat.
Menurut penelitian sebuah survei di musim
panas, menemukan kadar metan di Laut Siberia timur meningkat dari
10.000 kali lebih tinggi dari kadar normalnya. Peningkatan dua gas
tersebut adalah fenomena baru.
Dampak
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah
kaca telah meningkatkan suhu rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan
peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang akan menyebabkan
peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 °C sekitar tahun 2030.
Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka
akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi
diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi
menjadi meningkat.
Dunia telah kehilangan hampir 20 persen
terumbu karangnya akibat emisi karbon dioksida. Laporan yang dirilis
Global Coral Reef Monitoring Network ini merupakan upaya memberi tekanan
atas peserta konferensi PBB mengenai iklim agar membuat kemajuan dalam
memerangi kenaikan suhu global. Jika kecenderungan emisi karbon dioksida
saat ini terus berlangsung, banyak terumbu karang mungkin akan hilang
dalam waktu 20 sampai 40 tahun mendatang, dan ini akan memiliki
konsekuensi bahaya bagi sebanyak 500 juta orang yang bergantung atas
terumbu karang untuk memperoleh nafkah mereka. Jika tak ada perubahan,
kita akan menyaksikan berlipatnya karbon dioksida di atmosfer dalam
waktu kurang dari 50 tahun.
Karena karbon ini diserap, samudra akan
menjadi lebih asam, yang secara serius merusak sangat banyak biota laut
dari terumbu karang hingga kumpulan plankton dan dari udang besar hingga
rumput laut. Saat ini, perubahan iklim dipandang sebagai ancaman
terbesar bagi terumbu karang. Ancaman utama iklim, seperti naiknya
temperatur permukaan air laut dan tingkatan keasaman air laut, bertambah
besar oleh ancaman lain termasuk pengkapan ikan secara berlebihan,
polusi dan spesies pendatang.
Pencegahan
Penanaman satu miliar pohon per tahun
bisa menurunkan emisi gas rumah kaca, sehingga target 26 persen pada
2020 diharapkan bisa tercapai. Penurunan emisi gas rumah kaca (GRK)
sekitar 26 persen pada 2020 mendatang, antara lain melakukan upaya
pengendalian kerusakan hutan, penggunaan energi dan transportasi, serta
pengolahan limbah. Penurunan gas rumah kaca di Indonesia bisa diturunkan
hingga 41 persen, bila mendapatkan dukungan dari luar negeri. Kalau ada
dukungan dari luar negeri, maka penurunan emisi bisa bertambah 15
persen, sehingga bisa 41 persen penurunannya.
Penting dilakukan upaya pengendalian
kebakaran hutan dan lahan, pengelolaan sistem jaringan dan tata air,
rehabilitasi hutan dan lahan, pemberantasan pembalakan liar, pencegahan
deforestasi dan pemberdayaan masyarakat.
Penggunaan energi ramah lingkungan dan
transportasi yang efisien juga bisa membantu mengurangi emisi gas rumah
kaca. Kawasan Konservasi Mangrove ini sangat baik untuk membantu
penurunan emisi gas rumah kaca, selain merupakan elemen yang paling
banyak berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan
menetralisir bahan-bahan pencemar.
Protokol Kyoto
Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen
terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC),
sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global.
Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk
mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca
lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga
jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan
pemanasan global.
Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto
diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02 °C dan
0,28 °C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)
Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto
Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change
(Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan
Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk
penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999.
Persetujuan ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi
resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar